Kedatuan Luwu menurut DF. Van Braam Morris

0

Kedatuan Luwu menurut DF. Van Braam Morris





Kerajaan Luwu (Akkarungeng Luwu') adalah salah satu kerajaan tertua dalam sejarah suku Bugis di Sulawesi Selatan. Berdasarkan catatan kolonial Belanda, masa kejayaannya diperkirakan berlangsung antara abad ke-10 hingga ke-14, meskipun bukti arkeologis dan dokumentasi tertulis yang kuat belum ditemukan untuk mendukung klaim tersebut.


Asal-Usul dan Sumber Historis

Luwu bersama Wewang Nriwuk dan Tompotikka disebutkan dalam epik "I La Galigo", sebuah karya sastra tradisional Bugis yang berisi mitos, legenda, dan sejarah mitologis. Namun, karena sifatnya yang bercampur mitos, *I La Galigo* tidak diakui sebagai dokumen sejarah yang sepenuhnya dapat dipercaya.

Menurut tradisi dan sumber-sumber lokal, pusat kekuasaan Kerajaan Luwu berada di Malangke, yang kini merupakan bagian dari Kabupaten Luwu Utara. Kakawin Nagarakretagama dari abad ke-14 juga menyebutkan Luwu sebagai salah satu daerah yang berada di bawah pengaruh Majapahit, bersama dengan wilayah-wilayah seperti Lombok, Bantaeng, dan Kepulauan Talaud, pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Namun, hubungan ini lebih bersifat simbolis atau diplomatik, seperti melalui perkawinan kerajaan, dan tidak ada bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Luwu ditaklukkan oleh Majapahit.


Pengaruh dan Warisan

Luwu dikenal sebagai salah satu kerajaan pelopor dalam perkembangan budaya dan politik suku Bugis. Selain itu, posisinya di sepanjang pesisir Sulawesi Selatan memberikan akses strategis terhadap jalur perdagangan maritim, yang menjadi salah satu kekuatan ekonomi kerajaan ini. Hingga kini, peninggalan sejarah Luwu masih menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan.

Seiring waktu, pentingnya Luwu dalam sejarah regional Sulawesi terus menjadi subjek penelitian dan diskusi di kalangan sejarawan dan arkeolog.



👉KLIK NONTON LIVE STREAMING SERIE A 2025 DI SINI👈



Berikut adalah daftar lengkap Datu Luwu yang mencakup penguasa mitos, legendaris, hingga historis, berdasarkan periode dan gelar mereka:


PENGUASA MITOS

1. Simpurusiang
 Dianggap sebagai leluhur mitos Kerajaan Luwu.  
2. Manurung ri Lompo (Sengkang, Wajo)  
   Figur mitos yang dipercaya sebagai pendiri pemerintahan Luwu.  
3. Anakaji
   Anak dari Simpurusiang.  
4. Wé Matengngnaémpong
   Anak dari Anakaji.


PENGUASA LEGENDARIS
5. Tampabalusu
   Tomanurung di Tompotikka, Sulawesi Tengah.  
6. Tanrabalusu
   Anak dari Tampabalusu.  

PENGUASA SEMI LEGENDARIS
7. To Appanangi
   Figur semi-mitologis.  
8. Batara Guru
   Bukan Batara Guru dari I La Galigo, namun dikaitkan dengan awal sejarah Kerajaan Luwu.  


PENGUASA HISTORIS (AKHIR ABAD KE-15 DAN SETELAHNYA)

9. To Sangkawana (La Pasampoi, Maddanreng ri Talottenreng di Wajo)  
10. La Busatana
11.  Déwaraja
12. Datu Sangaria
13.  Datu Kellali
14.  Datu ri Saolebbi
15.  Maningo ri Bajo


ISLAMISASI LUWU DAN ERA SULTAN

16. Andi Pattiware’ Daéng Parabung  (1587–1615)  
   Dikenal sebagai **Petta Matinroé ri Malangké**, raja pertama yang menerima Islam dari Datuk Sulaiman.  

17. Pati Pasaung (1615–1637) Sultan Abdullah.  
18. La Basso (Sultan Ahmad Nazaruddin) (1637–1663)  
Petta Matinroé ri Gowa
19. Settiaraja** (1663–1704)  
Petta Matinroé ri Tompoq Tikkaq
20. Petta Matinroe’ ri Polka (1704)  
21. **La Onro Topalaguna (1704–1715)  
 Petta Matinroé ri Langkanaé
22. Batari Tungké (1706–1715)  
 Sultan Fatimah, Petta Matinroé ri Pattiro
23. Batari Toja** (1715–1748)  
Sultan Zaenab, **Petta Matinroé ri Tippulué
24. Wé Tenriléléang** (1748–1778)  
Petta Matinroé ri Soréang
25. Tosibengngareng** (1760–1765)  
La Kaséng, **Petta Matinroé ri Kaluku Bodoé
26. La Tenripeppang** (1778–1810)  
 Petta Matinroé ri Sabbangparu
27. Wé Tenriawaru** (1810–1825)  
 Sultan Hawa, Petta Matinroé ri Tengngana Luwu
28.  La Oddang Péro (1825–1854)  
Petta Matinroé Kombong Beru
29. Patipatau** (1854–1880)  
   - Abdul Karim Toapanyompa, **Petta Matinroé ri Limpomajang**.  
30. **Wé Addi Luwu** (1880–1883)  
   - **Petta Matinroé Temmalullu**.  
31. **Iskandar Opu Daéng Paliq** (1883–1901)  
   - **Petta Matinroé ri Matekko**.
### **Era Modern**
32. **Andi Kambo** (1901–1935)  
   - **Petta Matinroé ri Bintanna**.  
33. **Andi Djemma** (1935–1945 & 1950–1965)  
   - **Petta Matinroe’ ri Amaradekanna**, diakui sebagai Pahlawan Nasional.  
34. **Andi Jelling** (1945–1950)  
   - Memerintah saat Andi Djemma ditahan oleh Belanda.  
35. **Andi Bau Alamsyah** (1965–1987)  
   - **Petta MatinroE ri Tellu Boccona**.  
36. **Hj. Andi Bau Tenripadang** (1987–1994)  
   - **Opu Datu**.  
37. **Wé Andi Addi Luwu** (1994–2012)  
   - **Opu Daengna Patiware**.  
38. **Andi Maradang Mackulau** (2012–sekarang)  
   - **Opu To Bau**.

Daftar ini mencerminkan perjalanan panjang Kerajaan Luwu, dari era mitologis hingga ke zaman modern.



Menurut DF. Van Braam Morris

D.F. van Braam Morris, seorang Residen Belanda di Makassar pada abad ke-19, memberikan perhatian khusus pada Kerajaan Luwu dalam catatannya mengenai sejarah dan budaya Sulawesi Selatan. Dalam laporannya pada tahun 1889, ia menyatakan bahwa masa kejayaan Kerajaan Luwu berlangsung antara abad ke-10 hingga ke-14. Namun, pernyataan ini didasarkan pada interpretasi tradisi lokal dan narasi lisan, sehingga kurang didukung oleh bukti tertulis atau arkeologis yang konkret.

Van Braam Morris juga mencatat bahwa Kerajaan Luwu adalah salah satu kerajaan Bugis tertua yang memiliki pengaruh besar, baik secara politik maupun budaya, di wilayah Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Kerajaan ini dikenal sebagai pusat perdagangan dan budaya, dengan koneksi ke berbagai wilayah maritim di Nusantara.  

Catatannya menekankan pentingnya Luwu dalam perkembangan tradisi Bugis, termasuk dalam konteks epik "I La Galigo", meskipun ia menyadari bahwa karya tersebut lebih mitologis daripada historis. Selain itu, Van Braam Morris mengamati bahwa kerajaan ini memainkan peran penting dalam memperluas pengaruh Bugis ke wilayah-wilayah lain di Sulawesi.

Sayangnya, karya Van Braam Morris, meskipun berharga sebagai sumber kolonial awal, sering dianggap bias karena cenderung mencampurkan narasi lokal dengan pandangan kolonial Belanda. Hal ini menimbulkan tantangan dalam menafsirkan catatannya secara historis. Meski demikian, kontribusinya tetap menjadi salah satu referensi awal dalam memahami sejarah Kerajaan Luwu.


SILAHKAN DOWNLOAD BUKU  DF. VAN BRAAM MORRIS

Post a Comment

0 Comments
* Tolong Jangan Ngespam Ya. Semua komentar akan ditinjau oleh Admin.
Post a Comment (0)