Proses pengambilalihan atau akuisisi saham PT Freeport Indonesia hingga 51% telah dimulai. Hal ini ditandai dengan penandatangan Head of Agreement (HoA) dalam rangka akuisisi saham PT FI. Tapi patut diketahui adanya PT Freeport Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Adanya PT Freeport Indonesia tak lepas dari penemuan salah satu satu tambang terbesar di dunia tersebut. Mau tahu kisahnya?
Sejarah Awal Penemuan Tambang Freeport Indonesia
Keberadaan PT Freeport Indonesia di Papua tidak bisa dipisahkan peran dari seorang bernama Jean Jacques Dozy ahli geolog asal Belanda yang juga merupakan salah satu ahli pemotretan geologi yang pertama di dunia. Jean Jacques Dozy bersama, Frits Julius Wissel dan Antonie Hendrikus Colijn (putra dari Perdana Menteri Belanda 1925-1926, Hendrikus Colijn), melakukan ekspedisi Cartensz pada 29 Oktober 1936.
Dalam catatan ekspedisinya, Jean Jacques Dozy, menulis kata “Ertsberg” bahasa Belanda berarti "Gunung Bijih" atas penemuan batuan hitam kokoh berbentuk aneh yang menonjol di kaki pegunungan setinggi 3.500 meter di pedalaman New Guinea kalau sekarang bernaman Papua. Bermula saat Jean Jacques Dozy merasa jengkel yang mana saat itu membaca berita dari sebuah surat kabar dan Dozy sedang berada di markas Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM), Babo, Papua Barat, pertengahan 1936.
Yang membuat jengkel Dozy kala itu ialah berita jika Jepang ingin mendaki Puncak Cartensz di Papua Barat. Kejengkelan itu beralasan, jika orang Jepang menjadi yang pertama mencapai Puncak Cartensz, bisa dipastikan mereka akan memperluas wilayah jajahannya. Dia bersama dua rekannya, AH Colijn dan Franz Wissel tak ingin hal itu sampai terjadi.
"Sehingga terjadilah kesepakatan bahwa mereka sebagai orang Belanda harus menjadi orang pertama yang mendaki Gunung Cartensz," kata Greg Poulgrain dalam buku karyanya 'The Incubus of Intervention, Conflicting Indonesia Strategies of John F Kennedy and Allen Dulles."
Dozy Lahir di Rotterdam Belanda pada 18 juni 1908 dan meninggal di Belanda pada tanggal 1 Nopember 2004, bekerja di NNGPM sebagai kepala ahli geologi minyak dan bumi bekerja pada Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM), salah satu anak perusahaan dari Shell Company, yang baru di bentuk setahun sebelumnya 1935. Sementara, Colijn adalah manajer anak perusahaan Royal Ducth Shell yang dalam ekspedisi ke Puncak Cartensz ditetapkan sebagai pemimpin rombongan.
Wissel merupakan pilot angkatan laut Belanda yang kemudian bekerja di Perusahaan Minyak Batavia atau Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), ditempatkan di Kalimantan untuk melakukan pemetaan udara. Sebelum ekspedisi, harus dilakukan dulu survei udara. Jalur ekspedisi direncanakan dari pesawat. Untuk mempermudah ekspedisi ini, Wissel sebelumnya telah terbang dengan pesawat S-38 “Skorsy” ke arah Caertenz. Ia membawa logistik, lalu menurunkannya di titik-titik yang akan dilaluinya.
"Suatu hari ketika kami mendapat pesawat udara amfibi tua jenis Sikorsky, kami melakukan penerbangan pengintaian dan melihat pegunungan, dan perlahan-lahan, satu per satu rencana mulai dikembangkan," kata Dozy kepada Poulgrain pada 1982." Pada 23 Oktober 1936, Colijn dan Dozy meninggalkan Babo dengan Kapal Albatros menuju Aika, wilayah terisolir yang menjadi gudang Timah. Sementara Wissel menerjunkan pasokan logistik di Aika dengan dibantu sejumlah kuli pengangkut barang.
Mereka bertiga kemudian mendaki Puncak Cartensz. Ada 38 orang dari Kalimantan yang menemani ketiganya. Namun hanya beberapa yang kuat bertahan karena memang medan yang terjal dan curam. Di ketinggian 4.000 meter, ketiganya yakni Dozi, Colijn dan Wissel mencapai padang rumput sesuai dengan yang mereka lihat saat survei melalui udara.
"Di situlah Dozy menemukan singkapan pegunungan yang dinamai Erstberg," dalam tulisan Poulgrain. Kepada Poulgrain, Dozy mengatakan bahwa, tidak ada batu lain di Erstberg kecuali bijih. Dalam kondisi basah dan dingin di ketinggian itu, bau bijih bisa dirasakan hingga di seluruh pedesaan bahkan saat gunung belum terlihat. Sekitar dua kilometer dari Erstberg, Dozy dan kawan-kawan menemukan Gerstberg yang kemudian digambarkan sebagai tempat penyimpanan emas terbesar di dunia. Pada 5 Desember 1936 mereka bertiga mencapai Puncak Cartensz.
Selanjutnya, mereka kembali di Babo tepat pada 25 Desember 1936. Hasil temuan Dozy, Colijn dan Wissel tersebut kemudian disusun dalam sebuah laporan yang disimpan di salah satu perpustakaan di Belanda. Petinggi pemerintah Belanda maupun elite perusahaan minyak kala itu menyimpan rapat-rapat temuan dan penelitian tersebut.
Tak sengaja, saat berkunjung ke perpustakaan, Jan van Gruisen menemukan buku tersebut. Jan van Gruisen pun tertarik dan penasaran. Hingga pada 1959 Direktur Eksplorasi Freeport Sulphur Company, Forbes Wilson bertemu dengan Jan Van Gruisen, Managing Director Oost Maatchappij, perusahaan Belanda yang mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara. Di sela-sela pertemuan itu mereka berbicara mengenai buku laporan penelitian atas Ertsberg kepada Forbes Wilson. Saat itu, Wilson adalah Direktur Freeport Sulphur.
Setelah mendengar dan membaca laporan tersebut, di tahun 1960, Forbes Wilson dan Del Flint melakukan eskpedisi ke Gunung Ertsberg. Wilson sangat terpesona. Ia menemukan kandungan bijih tembaga. Ia juga mendapatkan potensi kandungan emas dan perak yang potensinya sangat besar di dunia. Saking senangnya, Wilson berseloroh: gunung ini ada baiknya diberi nama ‘Gold Mountain’. Wilson menuangkan hasil survei tersebut dalam buku berjudul, 'The Conquest of Cooper Mountain."
Di bawah bendera Freeport Minerals Company, Wilson memutuskan untuk melakukan kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Pada April 1967, pemerintah Indonesia dan Freeport Sulphur, yang kini menjadi Freeport McMoran menandatangani kontrak karya pertambangan pertama. Freeport mendapat hak melakukan penambangan di Irian Barat. Sejak itu pula, tembaga, emas dan perak pun secara besar-besaran dikapalkan dari Bumi Papua.
Grasberg menjadi emas paling besar dan paling berkilau dalam mahkota Freeport di Dunia Internasional. Dan tambang Grasberg mencapai produksi dengan sangat cepat. Apalagi dengan dibangunnya Heat Road pada 1993 yang memungkinkan shovel dan truk-truk berat diangkut ke tambang. Dan awal 1995, produksi Grasberg telah berlipat ganda. Pada awalnya, Operasi Grasberg rata-rata mampu menghasilkan batuan sebesar 10 ton per hari per pegawai menjadi 150 ton per hari per pegawai.
Sampai disini dulu ulasannya, selanjutkan admin akan lanjut ke pengulasan Tambang Emas Papua selanjutnya di Part II.
Gabung Yuk disini:
ReplyDeletehttps://bit.ly/3F9LdMZ