Kepercayaan Orang Bima Pada Zaman Dulu

1
 
Kepercayaan Orang Bima Pada Zaman Dulu

Suku Bima sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Suku ini menggunakan Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo dan pemukiman orang Bima kita kenal bernama kampo atau Kampe yang dikepalai orang seorang pemimpin yang bernama Ncuhi. Sedangkan Ncuhi di Suku Bima berjumlah tujuh Ncuhi yang merupakan pemimpin di setiap daerah. Kepercayaan orang Bima tidak jauh berbeda dengan kepercayaan orang Indonesia lainnya yang bermukim di daerah ras bangsa melayu dan suku di Indonesia bagian barat. 

Ncuhi ini dibantu oleh kalangan kerabat yang tua dan dihormati. Kepemimpinan Nuchi diwariskan secara turun temurun pada keturunan nenek moyang pendiri desa. Setiap daerah menamakan dirinya sebagai bagian dari Bima, meski pada kenyataannya tidak ada pemimpin tunggal yang menguasai kepemerintahan tanah Bima. Banyak pendapat tentan asal mula kata Bima menjadi suku tersebut. Ada yang berpendapat, Bima berasal dari kata "Bismillaahirrohmaanirrohiim". Kita tahukan orang Bima itu mayoritas beragama Islam. Sedangkan berdasarkan legenda, kata Bima berasal dari nama raja pertama suku tersebut, yakni Sang Bima.

Suku Bima dulunya sangat percaya pada roh nenek moyang, benda dan roh-roh sakti yang berada di gunung-gunung, pohon-pohon, di batu-batu, di mata air, dan laut. Roh-roh tersebut dianggap sebagai dewa yang disembah dan diseru bila pertolongannya dikehendaki. Makanya di semua rumah-rumah pasti ada batu licin besar di depan rumah untuk disembah atau tempat persembahan.

Roh-roh nenek moyang dulunya disebut Marafu dan tempat kediamannya disebut Parafu, generasi di bawahnya disebut Waro. Selama hidupnya mengenai kebutuhan umum dan kontak dengan Tuhan dalam kerajaan roh-roh adalah saling melengkapi. Segala kebutuhan mahluk bumi disanggupi oleh roh-roh itu. Apa bila dalam keadaan sakit atau kekurangan hujan seseorang akan mendatangi perantara dengan penuh harap. 

Marafu dan Waro tinggal di batu-batu beasar di gunung-gunung sedangkan roh orang biasa disekitar kuburan sendiri. Roh kepala suku terkecuali, karena dari waktu ke waktu boleh naik gunung di mana Tuhan-Tuhan berada.Orang Bima percaya pula pada kekuatan gaib berada pada binatang-binatang yang dalam imu kebudayaan disebut totemisme. Totemisme merupakan kepercayaan asli bangsa Indonesia. Kepercayaan yang sama terdapat di Kepulauan Polinesia di Lautan Teduh. 

Kepercayaan Orang Bima Pada Zaman Dulu


Kepercayaan tersebut pernah menghilang cukup lama, itu dikarenakan sejak masuknya agama Hindu ke Indonesia kemudian muncul kembali dalam masa kekuasaan Kerajaan Kediri yang dibuktikan prasasti jaring. Sisa-sisa totemisme dapat dilihat pada:

1. Kedua ujung bubungan rumah dipasang kepada kerbau, kambing, atau domba yang masih bertanduk. Pada masa berikutnya, menjelang masuk Abad XX (ke-20) hal itu mengalami perubahan evolusi, kemudian diganti dengan kayu yang berbentuk tanduk yang menjulang ke atas. Sekarang bentuk seperti itu menjadi perhiasan dan ciri-ciri khas rumah Bima.

2. Dipergunakan sebagai nama marga ( Bima : Londo Dou ) seperti:
- Londo dou deke (Bima: Deke = tokek)
- Londo dou duna (Bima: Duna = Belut, seharusnya sidat bukan belut)
- Londo dou gande (bima: Gande = laba-laba)
Tiap marga atau Londo dou harus tunduk kepada ketentuan dari peraturan masing-masing marga, yang mempunyai sanksi hukum.

3. Masih tersimpan dalam cerita rakyat seperti legenda sang naga bersisik emas di satonda, jara manggila, dan lain-lain. Di samping menyembah roh dan sakti seseorang atau binatang, orang Bima menyembah beberapa dewa yaitu:
- Dewa langi : dewa langit
- Dewa oi : dewa air
- Dewa mango : dewa kering

Dewa mango diseru dan disembah bila datang bahaya kekeringan atau kemarau panjang di awal musim hujan. Dewa diseru melalui marafu dan waro. Sebagian besar kekuasaan dewa-dewa itu ada pada dewa langi yang bersemayam di sebelah atas awan, mungkin di matahari. Pemujaannya mereka harus naik ke gunung Doro Lasi, Doro Paha, Doro Wadu Ndangga, dan lain-lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan orang Bima sebelum Islam yakni kepercayaan campuran antara kepercayaan asli dan kepercayaan Hindu.



Note: Sumber: H. Abdullah Tajib, BA., Sejarah Bima Dana Mbojo, 1995, Jakarta, PT. Harapan Masa PGRI Jakarta, hal. 39-41.

Post a Comment

1 Comments
* Tolong Jangan Ngespam Ya. Semua komentar akan ditinjau oleh Admin.
  1. Butuh Uang, gampang silahkan daftar aja disini

    http://bit.ly/3VntHep

    ReplyDelete
Post a Comment