Apa kalian tahu Pakande itu artinya apa? Kata Pakande ini dalam bahasa Bugis atau Luwu (Bahasa Tae), berasal dari kata ‘Manre’ kalau Luwu (Tae) "Kande" yang artinya dalam bahasa Indonesia ‘Makan’. Jika disempurnakan lagi artinya sebagai seorang yang tukang makan. Dan ada juga versi lainnya Pakande berasal dari kata "Pakkanre-kanre" yang artinya dalam Bahasa Indonesia "Suka makan daging manusia". Sebenarnya kalau dalam bahasa daerah Luwu (Tae) Pakande itu artinya "Pemakan". Nenek Pakande ini konon katanya seorang nenek jadi-jadian yang sangat terkenal di masyarakat Bugis dan cerita ini berasal dari daerah Soppeng, Sulawesi Selatan. Nenek jadi-jadian ini adalah bisa dikatakan si manusia kanibal yang sangat hebat mantra guna. Dia sering memakan daging manusia, khusunya daging anak-anak, makanya masyarakat setempat menjulukinya "Nenek Pakande". Cerita ini dari turun temurun, sering dicerikan oleh para ibu kepada anaknya sewaktu kecil supaya anak-anak mereka merasa takut apalagi saat menjelang malam atau maghrib untuk segera masuk ke rumah agar tidak dimakan oleh Nenek Pakande.
Pada suatu waktu nan lampau, Nenek Pakande tiba di sebuah desa, dimana desa itu terlihat lengang di malam hari, semua penduduk desa tersebut telah terlelap tidur dimalam hari. Tiba-tiba ada suara bayi menangis terdengar dari kejauhan, wajah Nenek Pakande seketika itu juga berubah menjadi tawa yang licik ketika dia mendengar suara sayup bayi yang menangis mengecam dinginnya di malam hari. Saat fajar hampir menyingsing, Nenek Pakande menemukan sebuah goa, di tempat tersebut Nenek Pakande bersembunyi dan menunggu malam hari berikutnya.
Saat pagi hari yang nan cerah, warga desa tersebut kembali ke aktivitasnya yang sibuk, bermacam-macam kegiatan yang dilakukan oleh warga setempat, ada yang bertani, berkebun, berdagang dan menjadi pande besi. Ketika matahari terbenam di ufuk barat, lambat laun kegiatan dan aktivitas warga setempat mulai berhenti, beristirahat dan kembali kerumahnya masing-masing. Dikatakan kalau desa tersebut sebuah desa yang sangat damai dan tentram.
Saat semuanya kembali kerumah masing-masing menjelang hari mulai gelap, ternyata masih ada yang belum kembali kerumah, ada 2 anak bocah yang masih bermain-main di depan pekarangan rumah, Ibu kedua anak tersebut menyuruh mereka masuk kedalam rumah "Kalian cepatlah masuk kerumah dan mandi, Ibu mau menyiapkan makan malam dulu" kata si Ibu. Tapi kedua anak tersebut tak mempedulikan perintah ibunya dan masih asyik bermain. Tanpa disadari kedua anak bocah tersebut, sepasang mata nenek tua nan jahat mengawasi mereka.
Berlari melesat bagaikan kilat tanpa terlihat oleh siapapun, Nenek Pakande menyambar kedua anak bocah itu, dan menculiknya. Dan saat ibunya menunggu mereka yang tak kunjung-kunjung masuk kerumah. Ibunya pun keluar rumah mencarinya dan melihat anaknya dibawah lari seorang nenek tua " Tolong, tolong, ada yang membawa lari anak-ku" teriak si Ibu minta tolong. Seketika itu para tetangganya bergegas keluar rumah, dan berkata "Ada apa kau teriak-teriak?" dan si Ibu itu bilang " Tolong, ada yang membawa lari kedua anak-ku." lalu salah satu warga setempat bilang "Apa kamu tidak salah lihat?" dan si Ibu anak itu bilang, "Tidak, tidak, aku masih waras, tolong, ada yang membawa lari anak-ku."
"Apa kau ini tidak sedang mengigau" kata salah satu warga, dan tetangga satunya bilang "Kayaknya apa yang dia bilang itu benar, ayo kita cari bersama-sama anak itu". Warga desa setempat berusaha mencari kedua anak itu sampai tengah malam, tapi sayangnya, mereka belum bisa menemukannya. Karena tak kunjung menemukan kedua anak tersebut, para warga sepakat melaporkannya ke kepala desa di kediamannya. "Ada apa kalian di tengah malam begini kemari" kata Pak Desa. Para warga mencerita kejadian, 2 anak bocah yang sampai sekarang belum ditemukan kepada pak desa.
"Ayo, kumpulkan semua warga lainnya, dan kita lanjutkan pencarian" kata pak desa kepada warganya, pencarian pun di lanjutkan dan semakin banyak warga yang dipanggil untuk mencari anak tersebut sambil membawa obor hingga kemudian waktu tak terasa sudah menjelang pagi. Lalu Pak Desa berkata kepada warganya, "Pencarian ini kita tunda dulu, pulanglah kalian makan dan beristirahat, ketika hari sudah terang kita berkumpul kembali di balai desa", lalu salah satu warga bilang ke pak desa " Tapi Pak Desa belum juga belum tidur sama sekali, bagaimana kalau besok saja kita lanjutkan"..
"Bagaimana aku bisa tidur, sedangkan ada wargaku yang tertimpa musibah, kau pikir pak desa macam apa aku ini? Sudahlah, begitu hari sudah terang, kumpulkan semua warga desa ke halaman balai desa" jawab pak kepala desa dengan tegas. Saat hari sudah terang, semua warga desa berkumpul di halaman balai desa, kepala desa berbicara di depan warganya dan memerintahkan pencarian. Tiba-tiba saja ada seorang ibu yang baru melahirkan datang menghampir pak desa, "Pak Desa tolong, bayiku hilang" berteriak sambil panik si ibu itu. "Tenanglah, ceritakan dulu baik-baik, bagaimana bisa bayimu hilang?" kata pak desa.
"Saat bayiku tidur disampingku, tadi pagi saat aku terbagun, bayiku sudah tidak ada lagi, aku sudah mencarinya kemana-mana" kata si Ibu sambil menangis, "Suamimu kemana? Apa dia..." kata Pak Desa, "Sudah 2 hari ini, suamiku mengunjungi sanak saudaranya yang sedang sakit di desa tetangga sebelah" Jawab si ibu bayi itu. Lalu tiba-tiba ada seorang pemuda bilang "Hilangnya anak-anak itu pasti perbuatan si Nenek Pakande", sontak para warga memandang ke arah pemuda tersebut bernama La Beddu, "La Beddu, kenapa kau yakin kalau ini ulah dari Nenek Pakande" kata pak desa. "Bukankah kejadian ini pernah terjadi di desa lainnya beberapa waktu yang lalu" jawab si La Beddu.
"Perkataan La Beddu bisa jadi benar, La Beddu, apa kamu punya cara menghadapai Nenek Pakande ini?" tanya pak desa ke La beddu, "Satu-satunya yang paling ditakuti oleh si Nenek Pakande itu adalah Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale, dia seorang raksasa yang baik hati dan bertubuh sangat besar, juga pemakan manusia tapi cuma manusia jahat, tapi sayangnya kita semua tidak tahu dimana keberadaanya" jawab si La Beddu. "Nenak Pakande adalah sesosok siluman berwujud manusia yang begitu hebat nan sakti, tak satupun dari kita yang sanggup menghadapinya" ungkap pak desa ke warganya.
"Pak Desa, aku ada ide untuk melawan si nenek itu dengan sebuah cara" Kata si La Beddu, "Caranya bagaimana? kata Pak Desa, "Begini pak desa, saya membutuhkan beberapa belut dan kura-kura, lalu Garuh, air berbusa, kulit rebung yang kering dan batu besar. Kumpulkan semuanya di rumah saya dan saya akan menyusun sebuah rencana" kata rencana La Beddu ke kepala desa. Pak desa pun langsung memerintahkan para warga desanya untuk mengumpulkan semua yang dibutuhkan oleh si La Beddu dan menaruhnya dirumah La Beddu.
"La Beddu, semua yang kau butuhkan sudah ada, terus apa rencanamu?" kata Pak Desa pada La Beddu, mendengar yang dikatakan Pak Desa, La Beddu pun menjelaskan rencananya, "Saya akan menggunakan kura-kura untuk dijadikan sebagai Raja Bangkung Raksasa dan Garuh sebagai sisir sementara air berbusa ini saya akan gunakan sebagai air liur dan kulit rebung kering sebagai pengeras suara" Setelah mendengar penjelasan La Beddu, Pak Desa bilang "Jadi kamu akan menyamar sebagai Raksasa Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale" dan La Beddu bilang itu benar.
Pak desa pun belum mengerti rencana La Beddu, dan masih bertanya,"Bagaimana dengan batu besar itu? tanya pak Desa, lalu La Beddu menjelaskannya secara rinci, jika Nenek Pakande itu sudah terpancing masuk kerumahnya, belut itu harus ditaruh di atas tangga rumah dan batu besar itu di letakkan di bawah tangga. "Oh iya, satu hal lagi, kita butuh bayi di dalam rumah untuk memancing perhatian Nenek Pakande" satu permintaan La Beddu kepada Pak Desa. Mendengar rencana La Beddu tersebut, Pak Desa menanyakan soal keberhasilan rencana tersebut apa akan berhasil.
Untuk berhasilnya rencana tersebut La Beddu meminta para warga untuk tidak menyalakan lampu pelita dirumahnya kecuali rumahnya agar Nenek Pakande mendatangi rumahnya. Malam pun tiba, sesuai dengan rencana, tak satupun rumah warga desa menyalakan pelita di rumahnya kecuali rumah si La Beddu yang terlihat terang benderang. Dan malam itu juga si Nenek Pakande melancarkan lagi aksinya untuk menculik anak-anak.
"Ada apa ini, kenapa semua rumah warga desa gelap? Apa mereka semua pada ketakutan? Haha...hahahaha...hahaa" dalam hati si Nenek Pakande berkata. Tiba-tiba dia melihat ada satu rumah yang menyala dan terang, juga mendengar suara bayi dirumah yang terang itu. Tapi bayi itu di jaga ketat oleh 2 warga desa di sebuah kamar, Nenek Pakande tanpa merasa curiga, bergegas masuk kerumah tersebut. Dia suka sekali mencium aroma bayi itu, sementara itu beberapa warga menaruh seekor belut di tangga dan batu besar dibawah tangga.
Nenek Pakande yang sedang mencari tempat si bayi itu, dikejutkah oleh sebuah suara, "Oh Nenek Pakande, pergilah dari rumah ini, bayi itu dalam perlindunganku" sebuah suara yang tak dikenal oleh si Nenek Pakande (suara samaran si La Beddu), "Siapa kau? Berani sekali menghalangiku" jawab si Nenek Pakande dengan lantang.
Mendengar perkataan Nenek Pakande, si suara yang tak dikenal itu bilang "Kau tidak mengenalku? Apakah kamu sudah lupa dengan Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale? mendengar itu Nenek Pakande pun langsung bilang "Tak mungkin kau Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale?. Sontak pun suara yang tak dikenal itu lantang dengan nada marah dan memperingatkan si Nenek Pakande tapi dia tetap ngotot kalau dia bukan Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale. Mendengar suara kura-kura yang jatuh berserakan dan Garuh yang dibanting-banting, seketika juga itu si Nenek Pakande mulai takut keringat dingin, dan suara yang menyerupai Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale itu menyuruh si Nenek Pakande pergi sejauh mungkin dan tak pernah kembali lagi di desa tersebut.
Tak pikir panjang dan begitu ketakutan, si Nenek Pakande pun bilang dengan mulut gemetar "Baik, baik, aku pergi sekarang" dengan nada suara terputus-putus Nenek Pakande, tapi malah si nenek itu masih tidak percaya dengan apa yang dia hadapi, Nenek Pakande pun berjalan keluar sambil ketakutan, dia berjalan mundur sambil melihat sesosok raksasa di depannya yang begitu menyeramkan di dalam kegelapan. Karena si nenek itu tak tahu dan menduga rencana besar para warga untuk menjebaknya, dia pun terjatuh terguling-guling saat berjalan mundur melewati tangga rumah dan kepalanya terbentur dengan batu besar yang sudah dipasang oleh warga desa, seketika juga itu dia tewas di tempat.
Untuk memastikan si Nenek Pakande mati, mereka pun berbondong-bondong melihat mayat si nenek itu, "Lihatlah, Nenek Pakande sudah mati, kita harus merakayakan keberhasilan kita malam ini juga" kata salah satu warga desa. Tapi Pak Desa menolak usulan warga tersebut karena walaupun mereka berhasil membunuh si Nenek Pakande tapi anak-anak yang dia culik sampai sekarang ini belum juga ditemukan. Lalu Pak Desa bertanya kepada La Beddu "Kita apakan mayat si Nenek Pakande ini, apa dikubur atau dibakar? dan La Beddu lebih memilih untuk membakar mayat si nenek itu untuk menghindari resiko dan bahaya apa pun yang bisa terjadi kedepan serta memastikan juga agar mayat si nenek itu sudah menjadi abu.
Seketika itu juga, tidak ada lagi kasus penculikan anak di berbagai desa, sepak terjang si Nenak pakande berakhir sudah, setelah para warga desa tersebut membakar mayat si nenek itu dengan api yang besar untuk memastikan si nenek itu benar-benar sudah menjadi abu.
Begitulah cerita rakyat si Nenek Pakande yang berasal dari daerah Soppeng tanah bugis Sulawesi Selatan, terima kasih sudah mau mampir dan membaca salah satu cerita rakyat dari Sulawesi. Salam dari kami Tim Pea Masamba. Bye.